Revitalisasi Gotong Royong
Menarik sekali opini Yudi Latif yang berjudul Mengapa Pancasila itu Penting (Kompas). Dalam artikel tersebut Ia menyebutkan bahwa Bung Karno menyatakan, jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, dapatlah saya satu perkataan “gotong royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong. Dengan kata lain, dasar dari semua sila Pancasila adalah gotong royong. Maknanya adalah prinsip Ketuhanannya harus bergotong royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran), bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip Internasionalisme nya harus berjiwa gotong royong (yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan), bukan internasionalisme yang menjajah dan eksploitatif. Prinsip kejiwaannya harus berjiwa gotong royong (mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, Bhineka Tunggal Ika), bukan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan. Prinsip demokrasi juga harus berjiwa gotong royong (mampu mengembangkan musyawarah mufakat), bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas atau minoritas elit peguasa-modal (minorokrasi). Prinsip kesejahteraan pun harus berjiwa gotong royong (mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan), bukan visi kesejahteraan berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
Gotong royong adalah jati diri bangsa Indonesia. Bahkan sudah terkonstruksi dan melembaga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.Berbicara tentang gotong royong, ya masyarakat Indonesia. Dengan berbagai macam istilah yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke. Akan tetapi pada kenyataannya, apa yang menjadi konstruksi dan terlembaga tersebut, mengalami pergeseran dalam nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Di sebagian kecil masyarakat Indonesia, bentuk kegiatan gotong royong sudah mengalami perubahan bentuk, yakni diganti dengan uang. Bahwa siapa yang tidak dapat mengikutinya wajib membayar uang atau memberikan makan, baik nasi atau snack dan minumannya bagi warga masyarakat yang melakukan kegiatan gotong royong tersebut. Sedangkan besarnya uang yang harus dibayarkan sesuai dengan kesepakatan warga masyarakat. Kondisi ini tidak hanya terjadi di satu wilayah, akan tetapi sudah menggejala di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Jika semua anggota masyarakat yang mempunyai kepentingan yang sama tidak melakukan gotong royong, maka rusak lah sistem gotong royong tersebut. Semuanya sudah terganti dengan uang. Artinya legitimasi gotong royong sudah berubah sesuai dengan dinamika masyarakat. Ketika dominasi uang sudah merasuki seluruh sendi kehidupan manusia, maka gotong royong pun juga dimasuki olehnya. Kenapa hal tersebut bisa terjadi ?
Apabila kita menelusuri jantung-jantung pedesaan dan perkotaan, memang dari segi bangunan nampak adanya tempat-tempat yang dijadikan pos ronda dengan bangunan yang sangat menarik. Terbuat dari keramik, bangunan tembok dan beberapa tempat ronda tertentu ditambah dengan berbagai macam asesoris; jam dinding, radio bahkan TV. Akan tetapi, untuk mengumpulkan masyarakat melakukan ronda di malam hari, beberapa wilayah mengalami kesulitan. Kalaupun warga berkumpul hanya di tempat ronda saja, tidak mau keliling di rumah-rumah penduduk. Sehingga hakikat ronda malam untuk menjaga keamanan warga masyarakat sebagai salah satu wujud gotong royong tidak bisa terwujud, karena warga masyarakat hanya punya keyakinan bahwa yang paling penting adalah berkumpultetapi tidak menjaga keamanan wilayah. Berbagai macam upaya sudah dilakukan untuk “memaksa” agar mau keliling, misalnya dengan mewajibkan warga masyarakat untuk mengumpulkan jimpitan berupa uang atau beras yang harus diletakan di luar rumah sehingga petugas ronda akan mengambilnya dan mau berkeliling untuk mengambil jimpitan tersebut. Uang atau beras yang terkumpul nantinya akan digunakan sebagai kas dusun yang bermanfaat bagi kepentingan warga masyarakat sendiri. Tetapi pada kenyataannya, upaya yang dilakukan tersebut tidak memberikan hasil maksimal, banyak warga yang tidak keliling rumah warga dan pada pagi harinya masih dijumpai jimpitan yang masih tersisa di setiap rumah. Sebagian warga masyarakat pun ada yang mengambil jalan win win solution dengan mengambil beras yang diletakan warga di luar rumah pada sore harinya sehingga malam harinya tidak harus keliling kampung atau hanya ngetem di dalam pos ronda saja, yang penting mengikuti kewajiban ronda. Atau beberapa warga justru tidak ikut ronda malam hari, yang penting sudah mengambil beras iuran warga. Artinya hakikat gotong royong untuk menjaga keamanan tetap tidak bisa terwujud, bahkan bentuk dari saling tolong menolong tersebut sudah mengalami transformasi yang pada profan tidak tercapai tujuan yang ingin dicapainya.
Selain bentuk gotong royong yang bersifat tradisional dalam bentuk ronda malam ataupun bersih desa, fenomena yang nampak dalam masyarakat kita adalah keterasingan yang mewujud dalam berbagai macam bentuk, baik di perkotaan ataupun pedesaan. Ketidaksalingkenalan antar satu orang dengan orang lain. Bahkan tetangga dekatnya sendiri pun juga tidak saling mengenal. Bangunan rumah yang tinggi serta tidak adanya partisipasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh kampung. Akibatnya solidaritas bahkan persatuan antar sesama warga tidak mewujud dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih kecil di tingkat kampung, dusun ataupun desa apalagi dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas, dalam bentuk kehidupan bernegara. Justru sebaliknya, yang nampak adalah antara sesama warga masyarakat saling menjatuhkan dan tega memperkarakan dalam kasus-kasus tertentu yang bersifat kriminal. Beberapa waktu lalu, belum lekang dari ingatan kita, seorang tetangga memperkarakan tetangganya sendiri gara-gara mencuri kaos bekas yang sudah tidak dipakai. Kasus yang lain, warga masyarakat juga memperkarakan tetangganya karena mencuri buah kapok, semangka ataupun mencuri ayam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat mepet. Mengapa sudah tidak bisa ditempuh jalan musyawarah, berbicara baik-baik untuk mendapatkan kebaikan bersama, akan tetapi masalah tersebut sudah dibawa ke ranah hukum, yang justru membuat pihak lain menderita sebagai akibat tidak menyenangkan dari pihak lain, yang itu adalah tetangganya sendiri. Lantas dimanakah solidaritas antar warga masyarakat Indonesia, dimanakah saling menghargai dan menjaga perastuan, jika permasalahan kecil saja sudah menjadi persoalan yang dianggap mengancam. Apalagi apabila masyarakat diajak untuk melakukan kegiatan gotong royong, dalam ranah berbangsa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sebagai salah satu pengalaman nilai-nilai pancasila.
Tidak bisa dipungkiri, kondisi ekonomi yang subsisten dan dipengaruhi oleh pengaruh global yang semakin gencar terhadap masyarakat menjadikan, apa yang menjadi kemampuan masyarakat tidak sesuai dengan apa yang menjadi mimpi-mimpinya, terutama dalam hal konsumsi. Pendapatan yang sangat mepet, bahkan tidak sampai mendekati UMR di wilayah tertentu, itupun diperoleh dengan menjalankan berbagai macam pekerjaan, harus memenuhi keinginan dirinya untuk memenuhi kebutuhan yang “diciptakan” oleh pihak lain yang sangat banyak. Akibatnya besar pasak daripada tiang. Implikasinya dalam membangun relasi sosial, akan terjadi ketimpangan karena yang menjadi barometernya adalah seberapa besar kepemilikan barang-barang yang bisa dikonsumsi oleh tetangganya.
Sejarah Gotong Royong
Sepi ing pamrih, rame ing gawe merupakan peribahasa dalam bahasa Jawa yang mengisyaratkan kebersamaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang harus dipikul bersama. Masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi untuk bersama-sama melakukan kegiatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Begitu ada informasi ada pekerjaan yang harus diselesaikan secara bersama-sama yang menyangkut kepentingan masyarakat, warga berbondong-bondong untuk membantu dan mengerjakannya secara bergotong royong, tanpa pamrih atau tidak mengharapkan imbalan jasa dari apa yang mereka lakukan tersebut.
Melakukan kegiatan tanpa pamrih dan menghindari imbalan dalam bentuk uang yang termaktub dalam peribahasa tersebut menjadi akar lahirnya istilah gotong royong dalam masyarakat. Kata gotong royong sendiri berasal dari Bahasa Jawa, gotong yang maksudnya memikul dan royong yang maksudnya secara bersama-sama. Sehingga gotong royong ini disama artikan dengan bekerja sama dalam menyelesaikan suatu kegiatan tertentu yang menyangkut kegiatan bersama. Sistem ini sudah melembaga dalam masyarakat Indonesia semenjak zaman Kerajaan Hindu di Jawa, seperti Mataram Kuno dan Majapahit (Bambang Suwondo, 1981:1). Konsep gotong royong yang kita nilai tinggi itu merupakankonsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat kita sebagai petani dalam masyarakat agraris. Istilah gotong royong untuk pertama kali tampak dalam dalam bentuk tulisan dalam karangan-karangan tentang hukum adat dan juga dalam karangan-karangan tentang aspek-aspek sosial dari pertanian (terutama Jawa Timur) oleh para hali pertanian Belanda(Koentjaranngrat, 2004:56).
Dalam kehidupan masyarakat Desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu pengerahan tenagatambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibukdalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah. Untuk keperluan itu, dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta beberapa orang lain sedesanya, misalnya untuk membantunya dalam mempersiapkan swahnya untuk masa penanaman yang baru (memperbaiki saluran-saluran air dan pematang-pematang dan mencangkul, membajak, menggaru dan sebagainya). Petani tuan rumah hanya harus menyediakan makantiap hari kepada teman-temannya yang datang membantu itu, selama pekerjaannya berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi yang minta bantuan tadi harus mengemabalikan jasa itu dnegan membantu semua petani yang diundangnya tadi, tiap saat apabila mereka emerlukan bantuannya. Degan demikian sistem gotong royong sebagai suatu sistem pengerahan tenaga seperti itu, amat cocok dan fleksibel untuk teknik bercocok tanam yang bersifat usaha kecil dan terbatas, terutama waktu unsuruang belum masuk ekonomi pedesaan. Tenaga tambahan dapat dikerhakan bilamana perlu dan segara dibubrakn appabila sudah selesai. Di desa-des di Jawa, kerjasama tolong menolong dalam bercocok tanam seperti itu biasanya dilakukan antara para petani yang memiliki bidang-bidang sawah yang berdekatan letaknya.Gotong royong yang asli di Indonesia sudah mulai dilakukan sejak tahun 2000 SM sampai kira-kira tahun 1800, yaitu pada waktu bangsa-bangsa Eropa datang ke Indonesia. Gotong royong perlu dibedakan dari tolong menolong atau bantu membantu. Tolong menolong menunjukan adanya pencapaian tujuan perorangan. Goting royong adalah kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama, misalnya untuk memperbaiki saluran irigasi, dan lain sebagainya. Ada beberapa syarat dan alasan agar kegiatan gotong royong dapat dilaksanakan;
- pekerjaan yang dilakukan harus menyangkut kepentingan seluruh atau sebagian besar warga masyarakat
- pekerjaan yang bersangkutan merupkan proyek desa setempat dan dibiayaioleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah
- pekerjaan yang bersangkutan biasanya penting dan untuk diselesaikan dengan cepat, misalnya karena menyangkut hajat hidup sebagian atau bahkan seluruh warga desa
- warga masyarakat yang ikut mengerjakan pekerjaan tersebut tidak mendapatkan upah (tidak dibayar), bahkan kemungkinan besar malah mengeluarkan dana untuk pekerjaan tersebut (Rita Hanafi, 2010,121-122)
Gotong Royong Sebagai Jati Diri Bangsa
Mengakui sebagai bagian dari bangsa dan mencintai bangsa Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat abstrak bagi seseorang bahkan masyarakat Indonesia sendiri. Batasannya menjadi sangat kabur dan tidak memberikan definisi yang jelas. Apakah seseorang yang memberikan punsihment terhadap tetangganya sendiri bisa dikatakan sebagai seseorang yang tidak mencintai tanah airnya? Atau sebenarnya pada kondisi apa seseorang itu disebut sebagai orang yang mencintai tanah airnya sendiri? Apakah yang setiap hari berbahasa Indonesia, hafal butir-butir pancasila bahkan juara P4? Tentunya perlu penilaian yang komprehensif.
Berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh masyarakat dimana seseorang tinggal dan itu dipergunakan untuk kepentingan bersama merupakan hal yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh siapapun, terutama jika seseorang itu menjadi bagian dalam masyarakat. Solidaritas yang terbangun dalam ikatan sosial antara satu orang anggota masyarakat dengan anggota yang lain akan menumbuhkan ikatan yang kuat antar sesama warga. Antar sesama saling menyapa, saling menghargai dan saling membantu jika mendapatkan kesulitan sebagai perwujudan dari adanya ikatan antar sesama warga tersebut. Persatuan antar sesama warga akan muncul dan sikap tersebut merupakan sebuah pondasi awal yang melandasi lahirnya semangat nasionalisme dalam dada setiap masyarakat.
Melemahnya sikap dan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat merupakan gejala yang perlu diantisipasi oleh kita sebagai warga negara Indonesia. Kepada teman dan tetangga saja sudah tidak peduli, apabila ditarik dalam ranah yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut merupakan hal yang membahayakan kondisi nasionalisme negara kita, bahkan bisa menghancurkan pondasi berbangsa kita yang sudah dibangun oleh the founding father kita. Sehingga revitalisasi nilai dan sikap gotong royong tersebut harus dilakukan untuk menjaga keutuhan kehidupan berbangsa ini. Lantas kegiatan apakah yang bisa dilakukan untuk merevitalisasinya ?
Tentunya kita tidak akan saling menunggu dalam mewujudkannya. Harus dimulai dari diri kita sendiri untuk berperilaku yang baik terhadap sesama, terutama bagaimana kita memperlakukan saudara kita yang paling dekat, yakni tetangga kita. Membangun kebersamaan dan ikut terlibat dalam kebersamaan yang telah mewujud tersebut. Dan jika tetangga kita pasif, mungkin kita harus memulainya dengan menciptakan kegiatan untuk kepentingan kemaslahatan bersama dan dikerjakan secara bersama-sama dengan anggota masyarakat yang lain. Nilai-nilai kebersamaan tersebut harus kita pupuk dan pelihara sehingga menjadi sebuah kebudayaan yang secara otomatis warga negara Indonesia akan melakukannya, tanpa harus diperintah dan aturan yang tertulis.
Apa yang dilakukan dalam level kecil oleh individu dan masyarakat, tentunya tidak bisa mencakup wilayah yang luas, dalam hal ini seluruh wilayah dan masyarakat Indonesia. Sehingga apa yang dilakukan oleh individu tersebut harus ditopang dengan kebijakan pemerintah yang mengakomodir perilaku gotong royong tersebut. Mulai dari tingkat RT/RW dengan membuat kebijakan atau program yang bersifat melibatkan banyak orang dan dia sendiri sebagai pemangku kepentingan juga terlibat sendiri. Bukan hanya omdo, omong doang saja. Alias membuat kebijakan, akan tetapi tidak mau terlibat dalam kegiatan yang dibuatnya sendiri. Termasuk pada level pusat juga membuat kebijakan yang mampu menumbuhkan partisipasi dari seluruh masyarakat, artinya dia merasa terlibat dalam setiap kebijakan yang dibuat tersebut. Artinya dari individu, masyarakat dan pembuat kebijakan bersama-sama untuk menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang menjadi pondasi bangsa kita untuk melangkah dan bersaing dengan bangsa yang lain (*)
Semangat Kekeluargaan dan Gotong Royong sebagai Bentuk Kerjasama dalam Masyarakat yang Beragam dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
1. Kekeluargaan sebagai Pola Hidup dan Kehidupan Masyarakat Indonesia
Kekeluargaan berasal dari kata keluarga yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Keluarga sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, kula artinya saya dan warga yang artinya orang disekitar kita. Keluarga memiliki makna orang yang masih sealiran darah dengan kita. Keluarga adalah satu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih orang yang dihubungkan oleh ikatan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi dan hidup/tinggal serumah atau mungkin tidak serumah.
Kekeluargaan didasarkan rasa kekeluargaan, seperti rasa saling menyayangi yang tinggi dan bertanggungjawab dalam mempertahankan nilai-nilai keluarga. Sikap kekeluargaan dalam masyarakat Indonesia bukan hanya didasarkan oleh ikatan darah. Sikap kekeluargaan sudah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dulu.
Dalam masyarakat kita dikenal sikap saling mengembangkan, saling mengasihi dan saling melindungi diantara warga masyarakat. Istilah Torang samua basudara di masyarakat Manado, semboyan silih asah, asih, dan asuh dalam masyarakat Jawa Barat merupakan contoh bagaimana nilai keluargaan dipelihara dalam masyarakat. Adanya nilai-nilai tersebut menimbulkan keakraban dan rasa dekat seperti layaknya keluarga dalam masyarakat.
2. Dinamika Gotong Royong dalam Masyarakat Indonesia
![]() |
Kerja bakti |
Sifat gotong royong dan kekeluargaan di daerah pedesaan lebih menonjol dalam pola kehidupan mereka, seperti memperbaiki dan membersihkan jalan, atau membangun/ memperbaiki rumah. Sedangkan di daerah perkotaan gotong royong dapat dijumpai dalam kegiatan kerja bakti di RT/RW, di sekolah dan bahkan di kantor-kantor, misalnya pada saat memperingati hari-hari besar nasional dan keagamaan, mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Dari sini timbullah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan Nasional.
Prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bernegara nampak dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan merupakan nilai-nilai Pancasila yang mendasari gotongroyong dalam kehidupan bernegara.
a. Gotong Royong dengan Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan
Gotong royong dalam kehidupan sosial politik dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak dulu dalam kehidupan sosialnya sudah terbiasa hidup dalam suasana gotong royong. Masyarakat akan saling bantu dan hampir semua kepentingan masyarakat di desa dibangun oleh masyarakat itu sendiri secara bergotong royong.
Dalam kehidupan politik sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik. Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Perilaku politik harus didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Hal itu semua merupakan bagian dari gotong royong.
Sila keempat Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat bermusyawarah dalam perwakilan. Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan mengembangkan kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan memelihara serta mengembangkan kearifan dan kebijaksanaan dalam bermusyawarah.
Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan.
Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.
Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim-klaim mayoritas. Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat.
Setelah kalian mencari informasi dengan membaca wacana materi di atas dan sumber belajar lain tentang dinamika gotong royong.
b. Gotong Royong untuk Kesejahteraan
Dalam kehidupan ekonomi, Pasal 33 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Hal ini berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama secara adil
Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan :
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas menegaskan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat.
Badan usaha atau lembaga ekonomi yang dibentuk untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945 yaitu:
a. Koperasi
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
c. Usaha Swasta (wiraswasta) seperti CV atau PT
Bila kita kaitkan dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945, maka bentuk perusahaan yang paling sesuai ialah Koperasi, karena koperasi merupakan suatu badan usaha yang melaksanakan usahanya didasarkan atas azas kekeluargaan.
Keunggulan Koperasi dibandingkan dengan badan usaha lainnya adalah
- Dasar persamaan artinya setiap anggota dalam koperasi mempunyai hak suara yang sama;
- Persatuan, artinya dalam koperasi setiap orang dapat diterima menjadi anggota, tanpa membedakan, agama, suku bangsa dan jenis kelamin;
- Pendidikan, artinya koperasi mendidik anggotanya untuk hidup sederhana, tidak boros dan suka menabung;
- Demokrasi ekonomi, artinya imbalan jasa yang disesuaikan dengan jasa masing- masing anggota berdasarkan keuntungan yang diperoleh; dan
- Demokrasi kooperatif artinya koperasi dibentuk oleh para anggota dijalankan oleh anggota dan hasilnya untuk kepentingan anggota.
Berdasarkan keunggulan ini koperasi sangat baik dikembangkan dengan sungguh- sungguh, jujur, dan baik, sebagai wahana yang ampuh untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur. Dan perlu Kita ketahui bahwa Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 merupakan fondasi atau menurut Moh. Hatta sebagai Soko Guru sistem perekonomian di Indonesia.
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa koperasi merupakan soko guru perekonomian Indonesia berdasarkan Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945, namun dalam kenyataan keberadaa koperasi belum mampu bersaing dengan lembaga perekonomian yang lain baik perusahaan swasta maupun BUMN. Semua itu terjadi tidak lepas dari kurangnya masyarakat memahami dan ikut serta secara aktif membentuk dan mengelola koperasi.
Sikap gotong royong memang sudah menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang harus benar-benar dijaga dan dipelihara, akan tetapi arus kemajuan ilmu dan teknologi ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap sikap dan kepribadian suatu bangsa, serta selalu diikuti oleh perubahan tatanan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Untuk dapat meningkatkan pengamalan asas kegotongroyongan dalam berbagai kehidupan perlu membahas latar belakang dan alasan pentingnya bergotong rotong yaitu:
- Bahwa manusia membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan baik jasmani maupun rohani.
- Manusia baru berarti dalam kehidupannya apabila ia berada dalam kehidupan sesamanya.
- Manusia sebagai mahluk berbudi luhur memiliki rasa saling mencintai, mengasihi dan tenggang rasa terhadap sesamanya.
- Dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengharuskan setiap manusia untuk bekerjasama, bergotong royong dalam mencapai kesehjahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
- Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan suatu kegiatan terasa lebih ringan, mudah dan lancar.
MEMBANGKITKAN SEMANGAT GOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT
Gotong royong merupakan sikap hidup, cara kerja, dan kebiasaan yang sudah dikenal bangsa Indonesia secara turun-temurun sejak zaman dahulu. Dalam gotong royong, orang menyelesaikan suatu kegiatan secara bersama-sama dengan saling berbagi tugas dan saling tolong menolong, kebersamaan menjadi strategi dalam kehidupan sehari-hari.
Bergotong royong adalah satu kegiatan sosial yang sangat mulia tanpa pamrih untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kita semua adalah anggota dari satu keluarga besar yang mendiami sebuah rumah besar dalam bentuk negara, kita adalah bersaudara dan sekeluarga. Dengan demikian, kita harus saling perduli, saling menolong, serta saling mendukung dan tidak saling menjatuhkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, dahulu kita dengan mudah dapat menjumpai budaya gotong royong misalkan, mendirikan rumah, mengerjakan sawah, membantu tetangga yang sedang berduka dan gotong royong dirumah pesta, kerja sama tersebut bukan hanya dilakukan oleh sanak keluarga yang terkait saja, tetapi semua masyarakat dalam kampung ikut berbaur dalam kerja sama, demi proses acara dan kegiatan bisa berlangsung dengan baik, dengan bergotong royong, semua tugas berat akan menjadi lebih ringan.
Namun sejalan dengan perkembangan jaman, semenjak arus globalisasi dan modernisasi yang melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks dan tanpa disadari dengan perkembangan tersebut, lambat laun budaya gotong royong mulai memudar dalam masyarakat. suka tidak suka dan mau tidak mau, dapat kita rasakan bersama bangsa ini mulai kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya yang salah satunya adalah budaya gotong royong.
kerja bakti membersihkan lingkungan yang dahulunya dengan mudah dapat ditemui, kini sudah mulai jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita, kehidupan ekonomi misalnya, pada masyarakat pedesaan yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian, setelah masuknya masa industrialisasi, semangat gotong royong masyarakat menjadi berkurang, dan menimbulkan kecenderungan sifat individualis dalam masyarakat, sehingga ada anggapan umum ” hidup bebas asal tidak mengganggu kehidupan orang lain”.
Beranjak dari hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Pidie pada periode kepemimpinan Sarjani Abdullah mencoba menumbuh kembangkan kembali semangat kegotong royongan yang selama ini dinilai telah mulai memudar di kalangan masyarakat. Dalam setiap kegiatan Kepala Pemerintahan Kabupaten Pidie selalu mengingat bahwa dulunya masyarakat Pidie sangat sangat akrab dengan gedong royong, baik itu kerja bakti dilingkungan sendiri maupun membatu masyarakat lain yang membutuhkan pertolongan ataupun yang terkena musibah.
sekarang ini Pemerintah Kabupaten Pidie telah mencanangkan beberapa program untuk membangkitkan kembali semangat kegotongroyongan dimulai dari kalangan pegawai negeri sipil. Sebagai contoh, pada setiap hari Jum’at, Bupati mengintruksikan pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk melakukan kegiatan bersih-bersih, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Jum’at Bersih”.
Saat melakukan pelantikan pejabat beberapa waktu lalu, Bupati Sarjani juga mengharapkan agar menghidupkan kembali semangat jiwa gotong royong disemua kecamatan, demi menjaga dan mempererat tali persaudaraan dalam masyarakat,
Dia juga mengajak masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, menciptakan daerah yang bersih, asri dan sejuk dengan selalu menumbuhkan jiwa gotong royong dalam kehidupan sehari-hari, menurutnya pada tahun ini Gampong dan Kecamatan yang bersih akan mendapat penilaian khusus dan akan dipilih untuk ditetapkan sebagai gampong dan kecamatan terbersih oleh Pemerintah Kabupaten Pidie.
Bupati Sarjani menilai bahwa dengan musyawarah yang dijalankan secara kekeluargaan dan membangun suasana kegotong-royongan akan menghasilkan kesepakan yang akan dijalankan bersama-sama. Dengan budaya gotong royong diharapkan kita bisa belajar saling menghormati, menghargai pendapat orang lain, bersikap objektif, tidak berburuk sangka dan tidak melecehkan satu dengan yang lainnya, saling memberikan ilmu dan saling tolong menolong yang merupakan cerminan sikap kekeluargaan yang terbangun dengan sikap gotong-royong.
Kita harus belajar dari sejarah, dahulu kita pernah menjadi bangsa yang lemah dan mudah dikuasai oleh penjajah karena kita mudah diadu domba dan tidak bersatu serta belum memiliki semangat bergotong royong berjuang melawan penjajah. Ke depan, jangan pernah kita biarkan lagi orang memudarkan semakan semangat gotong royong kita.
fuck off
BalasHapus